Perspektif Psycho
Sebenarnya saya jarang atau hampir tidak pernah menulis artikel seperti ini, tapi saya sudah gerah karena terlalu sering melihat banyak teman saya yang tidak tahu, bagaimana caranya bertindak benar, saat semuanya salah. Yang mereka lakukan saat semuanya salah, justru bertindak salah. Bisa diduga, respon salah atas kejadian yang salah, hasilnya adalah hancur. Artikel ini saya tulis, agar Anda tidak melakukan kesalahan yang pernah saya lakukan. Kesalahan yang dilakukan sebagian besar kaum laki-laki. Artikel ini memang panjang, tapi sempatkanlah membaca, karena mungkin artikel ini akan merubah mindset dan kebiasaan Anda.
Cerita dimulai ketika teman saya menderita '”penyakit” kronis. Begitu kronis hingga sampai sekarang belum sembuh. “Penyakit” ini unik sekaligus umum. Unik karena gejalanya bermacam-macam. Umum karena “penyakit” ini sudah menyerang banyak sekali kaum lelaki di luar sana (termasuk saya dulunya). Sumber penyebab “penyakitnya” sama, yaitu suatu hal tak berbentuk, tak berwujud, bernama cinta.
Diagnosa awal “penyakit” ini dimulai, ketika teman saya yang sudah cukup mapan dan siap untuk menikah, berkenalan dengan seorang wanita. Hingga kemudian seperti dalam cerita sinetron, mereka jatuh cinta, merancang pernikahan dan bahagia selamanya. Ups maaf, ternyata di dunia nyata, kalimat “bahagia selamanya” tidak terdaftar, yang ada adalah tragis.
Awalnya semuanya berjalan lancar, wajah teman saya selalu terlihat cerah dan berbinar-binar. Teman saya yang memang sudah cukup mapan itu, membuktikan perhatiannya dengan membelikan berbagai barang untuk pasangannya. Tentu saja pasangannya senang dengan segala bentuk perhatiannya itu. Singkat kata, mereka semakin dekat dan mulai merencanakan pernikahan. Hingga kemudian badai itu datang. Diawali ketika dengan penuh “arogan” pasangannya menghapus teman saya dari daftar Facebooknya. Ia beralasan teman saya terlalu cerewet dan mencampuri urusannya. Disini saya sudah melihat tanda-tanda pembangkangan wanita terhadap laki-laki. Tapi atas nama cinta, teman saya tetap berusaha bertahan. Teman saya menyalahkan kondisi mereka yang berjauhan. Ia berkata “waktu kita bertemu semuanya nyaman, tapi ketika berjauhan, segalanya menjadi pertengkaran. Sejak ia mulai bekerja, ia tak lagi sama.” Ia menyalahkan pasangan wanitanya.